Beberapa tahun lalu saya pernah mengunjungi Bumi Langit Jogja, yang lokasinya kalau nggak salah di Imogiri Jogja. Sebenarnya jalan menuju ke sana adalah jalan ketika kita mau naik ke Gunung Kidul Yogyakarta. Tapi, daerahnya sendiri masih masuk Imogiri, kalau ndak salah.
Photo by cottonbro studio |
Sustainable Living Home adalah
Sustainable living home adalah sebuah rumah yang dirancang dan dibangun dengan mempertimbangkan aspek lingkungan dan berfokus pada konservasi sumber daya alam dan pengurangan dampak negatif pada lingkungan. Ini mencakup penggunaan sumber energi terbarukan, desain yang efisiensi energi, penggunaan material-material ramah lingkungan, dan praktik-praktik pengelolaan air, limbah, dan lainnya yang berkesinambungan. Tujuannya adalah memastikan bahwa rumah tersebut dapat beroperasi secara berkelanjutan selama bertahun-tahun tanpa merugikan lingkungan dan sumber daya alam. (Sumber: ChatGPT, OpenAI).
Bumi Langit Jogja, Contoh Sustainable Living
Photo: Bumi Langit Institute Jogja |
Pertama kali menginjakkan kaki di Bumi Langit, saya langsung jatuh cinta. Gimana nggak jatuh cinta, lokasinya di bukit, view di bawah adalah indahnya kota Jogja (bayangkan kalau malam cantiknya kayak apa), rumah di Bumi Langit yang bentuknya Joglo, konsepnya open space, material utama kayu-kayu asli, halamannya penuh rumput hijau, bersih, yang pasti banyak pohon supaya asri dan teduh.
Lokasinya tepat di pinggir jalan utama, jadi pastinya mudah dijangkau kendaraan, baik itu motor atau mobil, kendaraan besar kayak Hiace pasti bisa, tapi kalau bis, maaf saya ndak tahu.
Oya balik lagi ke hal-hal yang membuat Bumi Langit mempesona, selain view dan tata ruangnya, adalah konsep yang berusaha mereka rengkuh dan tanamkan ke kehidupan sehari-harinya. Buat saya, Bumi Langit adalah contoh sustainable living yang benar-benar bisa saya lihat secara lengkap.
Mungkin ada juga tempat lain di Jogja atau di Indonesia yang juga menerapkan sustainable living, tapi Bumi Langit membuka 'rumah' mereka untuk setiap saat orang berkunjung dan melihat apa yang sedang mereka usahakan, sehingga orang bisa ikut belajar juga mengenai konsep yang mereka sedang terapkan.
Sang pemilik, kalau tak salah namanya Pak Iskandar, keturunan Sulawesi dan Belanda (CMIIW), seingat saya, sudah mencicipi hidup di belahan dunia lain. Dan di masa senjanya sekarang memilih menyingkir ke pinggiran peradaban kota padat nan ramai Jogja. Di pinggiran bukit, di tingginya dataran Gunung Kidul sana, beliau membangun Bumi Langit bersama dengan anak istrinya.
Di rimbunnya pepohonan dan curamnya jurang di Gunung Kidul, Bumi Langit dalam sunyi menjalani perannya sendiri. Menjadi contoh bahwasanya sustainable living itu bisa terjadi, di rumah kita sendiri, dari kita sendiri. Asalkan ada kemauan keras dan usaha yang tak pantang menyerah, maka sustainable living bukan sekedar angan belaka.
Saya sendiri, apakah sudah mampu membuat rumah atau home dengan sustainable living concept?
Jawabannya tentu saja belum, hehe.
Tapi sejak melihat Bumi Langit, berkeliling di dalamnya, melihat bagaimana tanaman tumbuh subur dengan pupuk kompos dan pupuk kandang yang dibuat dari hasil pembuangan limbah pencernaan dari ternak mereka sendiri. Wow, bahkan kotoran dari ternak mereka sendiri bisa berharga untuk dipakai menyuburkan tanah, sehingga tanaman pangan tumbuh subur dan bisa menghidupi kebutuhan pangan sehari-hari. From garden to table, what a dream!
Sumber gambar: Photo by Vo Thuy Tien |
Sawah kecil, pohon murbei, jambu, cabai, dan tanaman sayur mayur lainnya, semua ada! Betapa menyenangkan itu, to grow your own food!. Saya juga kepingin gitu, kalau pas lapar pengin makan sayur, tinggal metik gitu di kebun di rumah. Sewaktu-waktu bisa masak sayur mayur dari kebun sendiri tanpa harus ke warung adalah impianku :D.
Bukan berarti saya nggak mau ada pasar dan supermarket, pada dasarnya silakan kehidupan sekarang berjalan sebagaimana halnya. Terutama karena roda perekonomian harus terus berputar, bukan? Kalau semua orang kayak saya, punya kebun sendiri di rumah, mungkin nggak bagus juga ya jadinya dunia ini.
Sumber Energi Terbarukan
Yang paling bikin saya takjub adalah untuk kebutuhan listrik, waktu itu di Bumi Langit nggak mengandalkan PLN. Jadi mereka mengandalkan solar panel, yang mereka install di belakang rumah dan ukurannya cukup besar. Mungkin cukup untuk mentenagai listrik di area mereka tersebut. Yang jelas mereka jarang banget, atau malah hampir mungkin tidak bergantung lagi pada listrik PLN.
Contoh solar panel. (Photo by Pixabay) |
Tapi, bukan berarti mereka jor-jor an juga dalam memakai listrik. Seingat saya, dari penjelasan empunya, mereka berhemat dalam menggunakan listrik. Sebisa mungkin rumah-rumah joglo di area Bumi Langit punya banyak jendela, selain untuk sirkulasi udara, juga untuk sumber penerangan alami. Alhasil, siang hari tidak perlu mengandalkan lampu penerangan untuk pencahayaan ruangan. Dengan sendirinya, jadi hemat penggunaan listrik.
Kemudian, sumber energi lain yang digunakan di Bumi Langit Jogja adalah biogas. Tau kan biogas? Yaitu memanfaatkan limbah buangan alias kotoran, baik itu dari hewan ternak mereka dan manusia, untuk diubah menjadi gas. Prosesnya bagaimana, aduh saya lupa yang jelas waktu itu kami diperlihatkan sebuah tabung pengolahan yang cukup besar. Hasil akhir dari tabung pengolahan adalah gas yang yaah sudah ngga ada bau-bau kotorannya sihh.
Setelah cek ke Google, ternyata mereka menyertakan informasi soal sumber energi ini di website resminya, di sini nih Sumber Energi Bumi Langit Jogja.
Buat saya, Bumi Langit udah kayak negara sendiri :D. Mereka menghasilkan semua-mua yang mereka butuhkan sehari-hari ya di lingkungan mereka itu. Untuk kebutuhan pangan, papan, energi, mereka tidak lagi bergantung pada 'pasar'. Kalau untuk pakaian dan kebutuhan lain, mungkin masih harus ke pasar atau ke market yah. Tapi kalau kebutuhan sehari-hari, terpenuhi dari tanah sendiri itu rasanya jadi impian saya juga.
Untuk teman-teman yang ingin tahu lebih jauh tentang Bumi Langit, silakan mampir ke website resmi mereka Bumi Langit Institute Jogja.
Bukan berarti lantas saya tidak mau ke pasar atau swalayan atau supermarket. Atau ingin mematikan ekonomi kecil, tidak seperti itu. Maka saya bilang ini hanya keinginan pribadi saja. Tidak harus semua orang punya keinginan seperti saya. Toh, saya mungkin masih akan ke pasar juga untuk membeli item-item yang tidak bisa dihasilkan di ladang sendiri.
Belum lagi, semua itu masih sebatas angan-angan belaka :D. Bahkan sekarang saya tempat tinggal masih ngontrak, dan tidak ada waktu untuk berkebun karena masih jadi budak korporat dengan 8 to 5 job hihihi. Tapi semoga dalam waktu dekat, impian berkebun dan sustainable living home bisa terlaksana. Tidak perlu fully sustainable home, tapi untuk kebutuhan pokok rasanya sudah jadi pencapaian untuk saya.
Disclaimer: Saya mungkin banyak menyebutkan tentang Bumi Langit, tapi saya bukan promotor atau berafiliasi dengan mereka. Tulisan ini murni apresiasi saya tentang kegiatan-kegiatan dan konsep sustainable living yang mereka contohkan. Cheers.
Step by Step Mewujudkan Sustainable Living
Kalau dari paparan saya di atas yang merupakan hasil ingatan saya tentang Bumi Langit dan Sustainable Living nya, maka bisa disimpulkan beberapa cara/hal untuk mewujudkan sustainable living, yaitu:
- Energi terbarukan: Pasang sistem energi terbarukan seperti panel surya atau angin untuk memasok energi listrik di rumah. FYI, PLN kita masih mengandalkan bahan bakar fossil yaitu batu bara yang dikenal merusak lingkungan. Nah, ini bertentangan dengan konsep sustainable ya, so, ehemmm yang sustain ya tenaga surya dan angin.
- Efisiensi energi: Instalasi lampu LED yang efisien energi dan gunakan peralatan elektronik yang memiliki label energi yang baik. Jadi, meski sudah pakai sumber tenaga surya atau apapun itu yang sustainable, tetap harus dihemat pemakaiannya ya buu.
- Desain ramah lingkungan: Desain rumah dengan mempertimbangkan aspek lingkungan, seperti mengatasi masalah lingkungan dengan sistem penahan air hujan dan memastikan bahwa rumah memiliki ventilasi yang baik, termasuk pencahayaan.
- Material bahan bangunan: Gunakan material bahan bangunan yang ramah lingkungan seperti kayu dari hutan yang dikelola secara berkelanjutan, atau material yang didaur ulang. Nah, ini mungkin yang sulit yah karena mayoritas masih pakai semen dan kawan-kawannya. Pengolahan pakai kayu juga lumayan rumit dan sulit, kalau mau rumah kayunya tahan rayap.
- Pengelolaan air: Instalasi sistem pengolahan air dan penyimpanan air hujan untuk meminimalkan penggunaan air dari sumber utama.
- Limbah: Instalasi sistem pengelolaan limbah yang efisien dan praktikkan daur ulang dan pengurangan limbah. Kalau diolah dengan baik dan benar, bisa jadi biogas dan kawan-kawannya yang bermanfaat untuk lingkungan dan kehidupan manusia.
- Pertanian rumahan: Buat kebun pertanian rumahan untuk memproduksi makanan sehat dan berkelanjutan. Enak kan kalau bisa makan apapun dari kebun sendiri hohohoho.
Mewujudkan sustainable living home mungkin terasa berat dan jauh, tapi sustainable living bisa diterapkan saat ini juga. Salah satu cara yang saya terapkan untuk sustainable living adalah dengan mengganti pembalut sekali pakai ke pembalut kain, yang sudah saya mulai sejak tahun 2020 lalu, dan saya tuliskan cerita saya di blog ini juga di artikel [Review Menspad] Setahun Pakai Pembalut Kain Menspad (Enak dan Gak Enaknya), sila mampir :D.
Komentar